Sejak zaman Mataram Kuno atau sering juga dikenal dengan nama Mataram Hindu atau era Medang, candi dibangun oleh para leluhur sebagai tempat suci untuk menyatukan atau menghubungkan antara sang atman dengan parama atman, Tuhan Yang Maha Esa. Candi diyakini sebagai rumahnya Tuhan yang sangat sakral bagi para pemujanya. Ribuan candi yang dibangun oleh leluhur kala itu, diibaratkan seperti cendawan di musim hujan.
Sebagai situs warisan budaya, Candi Prambanan menarik perhatian berbagai pemangku kepentingan, seperti umat beragama, wisatawan, pemerintah, dan pengelola situs. Keragaman kepentingan ini berpotensi menimbulkan konflik jika tidak dikelola dengan baik. Internalisasi nilai etika dalam pemanfaatan candi dapat membantu menciptakan harmoni sosial di antara para pemangku kepentingan. Dengan memahami fungsi spiritual candi sebagai tempat ibadah, komunitas lokal dan internasional dapat lebih menghargai keberadaannya, mendukung kolaborasi lintas sektor, serta menjaga keberlanjutan situs ini.
Candi Prambanan juga menjadi contoh nyata sinergi antara pelestarian budaya dan lingkungan. Melalui pendekatan etika pemanfaatan, keberadaan candi ini tidak hanya dilihat sebagai situs arkeologi tetapi juga sebagai bagian dari ekosistem yang lebih besar. Pemahaman ini membantu mengintegrasikan nilai spiritual dan keberlanjutan ekologis, menjadikan Candi Prambanan sebagai model dalam pengelolaan situs warisan budaya yang bertanggung jawab dan selaras dengan prinsip-prinsip pelestarian lingkungan.
Buku ini bertujuan untuk mengeksplorasi dan mendalami bagaimana nilai etika dapat diterapkan dalam pemanfaatan Candi Prambanan. Dengan fokus pada pelestarian nilai budaya dan agama, penguatan identitas keagamaan umat Hindu, harmoni sosial, serta keberlanjutan situs.
Buku ini diharapkan dapat memberikan kontribusi nyata dalam upaya menjaga Candi Prambanan sebagai warisan dunia yang tidak hanya lestari secara fisik, tetapi juga bermakna secara spiritual dan sosial.
Ulasan
Belum ada ulasan.